Pengisian dan Pelaporan SPT tahunan telah berakhir sejak tanggal 30 April 2009, namun masih banyak perusahaan dan perorangan yang belum melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal ini bisa diakibatkan belum mengertinya WP dalam proses pengisian dan administrasi perpajakan di Indonesia. Pada pelaporan SPT PPh pasal 21 dan Orang Pribadi yang berakhir 31 Maret 2009 silam, Dirjen Pajak telah membuat terobosan dengan memperbolehkan WP untuk melaporkan SPTnya di KPP manapun juga meski bukan tempat terdaftarnya WP tersebut. Inilah yang seharusnya dilakukan sejak dulu, sehingga tidak ada kesan bahwa, untuk melaksanakan kewajiban perpajaknnya WP mengeluh tentang pelayanan perpajakan. Mudah-mudahan kedepannya jangan hanya pelaporan SPT Tahunan saja yang bisa dimana saja, tapi pelaporan SPT masa juga berharap serupa.
Meskipun pelaporan SPT PPh pasal 29/Badan telah berakhir, penulis ingin berbagi pengetahuan dengan mengajak pembaca berdiskusi masalah pengisian SPT Badan, terutama yang berkaitan dengan Rekonsilisi Fiskal. Rekonsiliasi Fiskal diperlukan karena adanya perbedaan pembebanan biaya yang ada di Laporan Laba Rugi Komersial dengan Fiskal (Deductible dan Nondeductible). Bayak biaya-biaya yang menurut Komersial dapat dijadikan biaya, namun menurut Fiskal tidak boleh atau boleh dengan syarat-syarat tertentu.
Garis besar perhitungan rugi/laba setelah koreksi fiskal menurut pajak, dapat penulis sampaikan kurang lebih sebagai berikut :
|
Adapun contoh akun/perkiraan yang biasa ada koreksi fiskalnya (deductible dan non deductible), adalah ;
a. Potongan penjualan
Potongan penjualan yang diberikan untuk pembeli, berdasar Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh 1984 dan perubahannya, tidak dapat dikurangkan (non deductable)
b. Gaji, Upah, bonus, Gratifikasi, Honorarium, THR dsb
Pasal 9 ayat (1) huruf e dan Pasal 4 ayat (3) huruf d, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expense) dan bukan merupakan objek pajak PPh pasal 21 adalah ; Pengggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura kenikmatan, termasuk pemberian beras, gula,PPh pasal 21 ditanggung perusahaan, rekreasi dan olah raga, biaya cuti yang dibayar perusahaan, dsb. Ini merupakan koreksi fiscal positif. KECUALI, Penyediaan makan minum untuk seluruh pegawai termasuk dewan direksi dan komisaris di tempar kerja termasuk pegawai yang makan diluar karena tugas, Pakaian dan peralatan bagi pegawai pemadam kebakaran, proyek, pakaian seragam pabrik, seragam hansip/satpam, antar jemput pegawai, penginapan untuk awak kapal/pesawat.
c. Perbaikan Kendaraan dan Hand Phone
Sesuai dengan Keputudan Dirjen Pajak Nomer KEP-220/PJ/2002, biaya pemeliharaan dan perbaiakn kendaraan termasuk sedan dan pulsa hand phone milik perusahaan yang dipergunakan pegawai karena jabatannya dapat dikurangkan di penghasilan (deductible) sebesar 50%
d. Bea Siswa, Magang dan Pelatihan
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf g, dapat dibiayakan (deductible) selama dalam rangka peningkatan kualitas SDM perusahaan dengan memperhatikan kewajaran.
e. Biaya pengobatan
Biaya pengobatan pegawai yang diberikan dalam bentuk natura atau langsung dibayarkan ke rumah sakit dan apotik, tidak dapat dikurangkan (non deductible) dan bukan merupakan objek PPh pasal 21, KECUALI diberikan dalam bentuk Tunjangan atau Penggantian pengobatan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan merupakan objek pajak PPh 21.
f. Biaya sewa rumah untuk pegawai
Biaya sewa rumah,penyusutan dan pemeliharan rumah untuk pegawai yang dibayar perusahaan, tidak dapat dikurangkan KECUALI dinyatakan dalam bentuk tunjangan sewa rumah,penyusutan dan pemeliharaan rumah sebesar biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan rumah tersebut. Biaya sewa rumah merupakan objek pemotongan PPh pasal 4 (2) sebesar 10%.
g. Bonus, Gratifikasi, Jasa Produksi, Tantiem
Pembayaran akun ini kepada karyawan yang merupakan bagian keuntungan (pembagian Laba) atau dibebankan ke laba ditahan, bagi perusahaan tidak dapat dikurangkan dan bagi pegawai merupakan objek PPh pasal 21.
h. Biaya Bunga Pinjaman
Pasal 6 (1) a UU PPh 1984 dan perubahannya, biaya bunga merupakan biaya yang dapat dikurangkan, KECUALI bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham sepanjang deviden yang diterima bukan merupakan objek pajak.
i. Biaya Piutang Tak Tertagih
Piutang yang nyata-nyata tidak tertagih dapat di jadikan sebagai biaya, sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-238?PJ./2001 dengan syarat ;
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan rugi laba komersial
2. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN), atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
3. Telah diumumkan dalam penerbitan umum atau khusus
4. WP harus meyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak tertagih kepada Dirjen Pajak, dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh.
j. Biaya Pemasaran atau Biaya promosi
Penjelasan pasal 6 (1) UU No 17/2000, mengenai biaya untuk promosi, perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dengan biaya yang pada hakekatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Surat edaran Dirjen Pajak No.SE-27/PJ.22/1986, 14-06-1986, biaya entertaint, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek PPh, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat dibuat daftar nominative dan dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh.
Daftar nominative entertaint :
>Nomer urut
>Tanggal diberikan
>Nama/tempat entertaint diberikan
>Alamat entertaint
>Jenis entertaint
>Jumlah
>Relasi: nama, posisi/jabatan, nama perusahaan, jenis usaha
k. Biaya Lainnya
Biaya lainnya akan menjadi pilihan terakhir bagi pembukuan komersial, karena di akun yang sudah ada tidak diketemukan. Biaya lainnya harus dirinci jenis biayanya, setelah dilakukan pemeriksaaan dengan metade langsung atau sesuai dengan prosedur pemeriksaan akuntan (auditing), sesuai dengan ketentuan UU perpajakan yang akan dibedakan antara yang dapat dikurangkan dan yang tidak dapat dikurangkan serta yang merupakan objek pemotongan PPh dan yang bukan
k. Biaya Penyusutan
Menurut Pasal 11 UU PPh, pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan menagih dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluarran tersebut selama masa manfaat harta tersebut melalui penyusutan. Metode penyusutan yang diperbolehkan menurut perpajakan :
1. Metode garis lurus (straight-line method)
2. Metode saldo menururn (declining balance method)
Kelompok harta berdasar Pasal 11(6) UU PPh adalah:
Uraian | Masa manfaat | Garis Lurus | Saldo Menururn |
Kelompok I | 4 tahun | 25% | 50% |
Kelompok II | 8 tahun | 12,5% | 25% |
Kelompok III | 16 tahun | 6,25% | 12,5% |
Kelompok IV | 20 tahun | 5% | 10% |
Bangunan Permanen | 20 tahun | 5% | Tdk boleh |
Bangunan non Permanen | 10 tahun | 10% | Tdk boleh |
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai yang pertama kali (termasuk pengurusan hak hak tersebut dari instansi yang berwenang) Itidak boleh disusutkan, KECUALI apabila tanah tersebut berkurang, maka dapat disusutkan. Misal tanah yang dipergunakan untuk perusahaan genteng, keramik atau perusahaan batu bata. Sedang biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai diamortisasikan selama jangka waktu hak-hak tersebut.
Categories:
2. Tax